Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengelar kajian yang membahas mengenai sejarah kapal nusantara. Mulai dari kapan pertama kali kapal nusantara ini berlayar, seperti apa bentuk kontruksi dan teknologi kapal nenek moyang hingga fungsi dari kapal itu sendiri pada kala itu. Kajian ini dikupas dalam diskusi terfokus mengenai kajian teknologi peradaban di Gedung Rektorat ITS pada Kamis (12/5) lalu.

Samodra, yang kala itu menjadi narasumber mengungkapakan bahwa keterbatasan sumber menjadi kendala cukup serius yang dihadapi oleh peneliti untuk mengungkapkan sejarah kapal nusantara. Sejarah mengenai perkembangan Kapal Indonesia kebanyakan masih berupa kumpulan fragmen yang belum tersatukan. ”Sehingga dibutuhkan patokan masa yang menjadi dasar,” ujar Samodra yang merupakan peneliti sejarah perkembangan kapal nusantara.
Dalam melakukan penelitiannya, Samodra mengangkat Kerajaan Majapahit yang berdiri sekitar abad ke-12 sebagai patokan. Luasnya wilayah perairan yang meliputi Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara hingga Filipina menjadi salah satu alasan kuat. “Majapahit luas di nusantara, sehingga kebutuhan kapal-kapal yang berfungsi untuk berdagang ataupun melakukan pengamanan di daerah perairan cukup besar,” ucapnya.

Meski besar, Samodra megaku bahwa catatan bahari mereka bungkam. Tidak ada yang membahas mengenai hal itu. Sehingga tak mudah menarik benang merah dari fakta sejarah yang ditemukan. ”Saya hanya tau soal kapal, sedangkan sejarah, saya berdiskusi bersama rekan yang lain,” tutur Alumni Tekni Perkapalan ITS ini.

Sumber untuk melakukan penelitian Perahu Majapahit pun beragam, dari tulisan kuno hingga tulisan yang dibuat oleh peneliti sebelumnya. Selain itu, data yang berasal dari cerita rakyat juga sulit dibuktikan kebenarannya. Sehingga Ia harus memahami dari sejarah konstruksi kapal. “Ini yang kita pahami dari kapal, lalu kita membaca riwayat serta cerita kapal ini pelan-pelan untuk mendapatkan penafsiran yang lebih luas,” ujarnya.

Tak cukup disana, Samodra juga mengaku kesulitan dalam menafsirkan abstraksi jejak sejarah mengenai perahu majapahit. Pasalnya, simbol-simbol yang Ia temui dalam relief ataupun catatan sejarah sukar untuk dipahaminya.

Oleh karena itu, dalam melaksanakan penelitian ini, Samodra sering bertukar pikiran bersama dengan para peneliti sejarah nusantara lainnya. “Hakekat penelitian adalah tukar menukar pengetahuan dengan lainnya, agar dapat jalan bersama,” pungkasnya. (bal/ao)

https://www.its.ac.id/berita/100247/en